Assalammualaikum

Selamat Datang

Rabu, 08 Desember 2010

Peranan LSM dalam mewujudkan Civil Society


LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat ) secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia.
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar LSM dapat di lihat dengan ciri sebagai berikut :
a.     Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
b.     Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
c.      Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi.
d.     Menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta.
      Jenis dan kategori LSM
Secara garis besar dari sekian banyak organisasi non pemerintah yang ada dapat di kategorikan sebagai berikut :
  1. Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
  2. Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
  3. Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
  4. Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah.
Dalam konsep civil society karakteristik LSM yang bercirikan: mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah, dipandang dapat memainkan peran yang sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran.

Menurut Afan Gaffar, LSM mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat dan melihat LSM sebagai alternatif untuk munculnya civil society.

Muhammad AS Hikam memandang bahwa LSM dapat memainkan peran yang sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran.

Menurut Einstadt dalam Afan Gaffar civil society memiliki empat komponen sebagai syarat; pertama Otonomi, kedua akses masyarakat terhadap lembaga Negara, ketiga arena publik yang bersifat otonom dan keempat arena publik yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Menurut Adi Suryadi LSM dapat memilih sikap pertama sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power). Peranan ini tercermin pada upaya LSM mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi dan manipulasi pemerintah terhadap masyarakat. Peranan ini umumnya dilakukan dengan advokasi kebijakan lewat lobi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasi. Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat yang diwujudkan lewat aksi pengembangan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat, termasuk mengembangkan kesadaran masyarakat untuk membangun keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi. Peranan ini umumnya dilakukan dengan cara pendidikan dan latihan, pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat. Ketiga, sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang dilakukan dengan mengupayakan adanya aksi yang bersifat memediasi hubungan antara masyarakat dengan pemerintah atau negara, antara masyarat dengan LSM dan antar LSM sendiri dengan masyarakat. Peranan ini umumnya diwujudkan melalui cara lobi, koalisi, surat menyurat, pendampingan, dan kerjasama antar actor.

Berbicara mengenai LSM sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari civil society, karena LSM merupakan tulang punggung dari civil society yang kuat dan mandiri. Sedangkan pemberdayaan civil society merupakan sine qua non bagi proses demokratisasi di Indonesia.

Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat.

LSM dan Pemerintah mengalami pasang surut, dari hubungan yang bersifat cooperative dan partnership hingga hubungan yang sifatnya conflictual. James V. Ryker menyebutkan lima model hubungan atau pola relasi antara LSM dengan pemerintah yaitu:
a) Autonomous/Benign Neglect.
Dalam pola relasi ini pemerintah tidak menganggap LSM sebagai ancaman,
karena itu membiarkan LSM bekerja secara independen dan mandiri.
b) Facilitation/Promotion.
Pemerintah menganggap kegiatan LSM sebagai sesuatu yang bersifat
komplementer. Pemerintahlah yang menyiapkan suasana yang mendukung
bagi LSM untuk beroperasi. Tidak jarang pula pemerintah mendukung
dengan menyediakan fasilitas dana, peraturan dan pengakuan hukum serta
hal-hal yang sifatnya administratif lainnya.
c) Collaboration/Cooperation
Pemerintah menganggap, bahwa bekerjasama dengan kalangan LSM
merupakan sesuatu yang menguntungkan. Karena dengan bekerjasama
semua potensi dapat disatukan guna mencapai satu tujuan bersama.
d) Cooptation/Absorption.
Pemerintah mencoba menjaring dan mengarahkan kegiatan LSM dengan
mengatur segala aktifitas mereka. Untuk itu kalangan LSM harus memenuhi
ketentuan yang dikeluarkan pemerintah. Tidak jarang pemerintah
melakukan kontrol secara aktif.
e) Containment/Sabotage/Dissolution
Pemerintah melihat LSM sebagai tantangan bahkan ancaman sehingga
pemerintah mengmabil langkah tertentu untuk membatasi ruang gerak
LSM atau bahkan membubarkan LSM yang dianggap melanggar
ketentuan yang berlaku.
LSM sebagai salah satu komponen civil society saat ini merupakan unsur yang potensial untuk menciptakan civil society.

Kemampuan dan kemandirian LSM yang mampu mengisi ruang publik diharapkan dapat membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga mampu menciptakan kehidupan yang demokratis. Peranan penting lainnya adalah pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui usaha-usaha penguatan masyarakat akar rumput melalui berbagai aktivitas pendampingan dan pembelaan atas hak-hak rakyat.

Dari sisi pemerintah menganggap kalangan LSM merupakan kelompok pembuat onar, anti kemapanan yang hanya mencari keuntungan belaka. Sementara dalam pandangan LSM, pemerintah merupakan pihak yang harus diawasi dan ditekan karena banyak melakukan manipulasi yang merugikan masyarakat. LSM sebagai kelompok yang menyuarakan kepentingan masyarakat merasa perlu membela rakyat untuk mendapatkan hak-haknya.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Distorsi Peran LSM :
1.     Motif Mencari Keuntungan
2.     Ketiadaan Sumber Dana dan Rendahnya Profesionalisme
3.     Ideologi Yang Tidak Jelas
4.     Regulasi Yang Terlalu Longgar
5.     Upaya-upaya untuk penguatan peran LSM dalam konsep Civil Society
6.     Reposisi Internal
7.     Reposisi Eksternal

Citra buruk LSM harus dihilangkan, karena jika LSM masih terperangkap dalam motif sempit mencari keuntungan materi, maka seruan moral LSM menjadi tak berguna. LSM harus menegaskan identitasnya dengan memajukan prinsip-prinsip tertentu dan sekaligus menunjukan kepada masyarakat metode kerja mereka. LSM perlu memilih beberapa isu penting saja yang harus ditanganinya secara serius dan konsisten.

Ada memang beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya akan tetapi jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang selain berjumlah besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural.
Ciri Dan Definisi Civil Society
Masyarakat Madani terdiri dari totalitas organisasi sipil dan sosial sukarela dan lembaga yang membentuk dasar dari suatu masyarakat berfungsi, berbeda dari struktur kekuatan yang didukung negara (terlepas dari sistem politik yang negara) dan lembaga komersial pasar. Teori negara hukum (negara di bawah aturan hukum) mempertimbangkan kesetaraan negara dan masyarakat sipil sebagai ciri yang paling penting.
Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan masyarakat madani di Indonesia, maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan mau silih asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa mendatang dan sebagainya.
Civil society akan tumbuh bila terdapat faktor-faktor sebagai berikut yaitu : pertama, negara kuat dan memiliki aturan yang tegas dan jelas yang mengikat warga negaranya. Kedua, terdapatnya civic competence yaitu kesadaran berwarganegara yang dilandasi penghargaan atas prinsip toleransi. Ketiga, terdapatnya otoritas negara yang efektif dan terlembaga. Keempat, birokrasi yang efektif dan efisien memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil.
Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1.     Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2.     Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
      (1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
                (2) Pers yang bebas
                (3) Supremasi hukum
                (4) Perguruan Tinggi
                (5) Partai politik
3.     Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.     Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5.     Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6.     Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7.     Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum  merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi

Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut :
1.     Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
2.     Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain)
3.     Sebagai kontrol terhadap negara
4.     Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group)
5.     Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya :
1.     Mayarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.
2.     Masyarakat madani akan terwujud apabila suatu masyarakat telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dengan baik.


Pemerintah daerah masih memegang kontrol penuh dalam kehidupan politik, sementara masyarakat hanya sebagai penonton atau bahkan dalam kasus tertentu sebagai obyek eksploitasi. Dominasi pemerintah terlihat jelas dalam perumusan kebijakan, sementara dalam implementasi kebijakan banyak terjadi manipulasi yang merugikan masyarakat.
Untuk memperkuat civil society diperlukan adanya organisasi sosial yang mandiri. Diantara organisasi sosial dan politik yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Karakteristik LSM yang bercirikan: mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah dalam hal finansial, nonpartisan, tidak mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral, menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi. Peran LSM dalam civil society diperlukan terutama dalam rangka peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat.     
Namun tak semua LSM berperan sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pilar hadirnya civil society. Beberapa LSM justeru melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari fungsinya. LSM-LSM tersebut justeru berperan memperlemah gerakan rakyat dan melakukan kegiatan yang kontra-produktif. Pada umumnya motif yang melatarbelakangi penyimpangan perilaku sejumlah LSM adalah motif mencari keuntungan dan kepentingan sendiri.

Saran
Untuk mengembalikan peran LSM sebagai pilar civil society, maka diperlukan upaya-upaya untuk menguatkan kembali peran LSM. Penguatan Peran LSM dilakukan melalui reposisi peran baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal, kaitannya dengan profesionalisme, LSM harus melakukan perubahan mendasar demi meningkatkan kapasitasnya. Mulai dari orientasi, metode kerja, keahlian, pendekatan hingga jaringan kerja. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu membuat aturan main yang jelas, bukan untuk mengawasi atau membatasi ruang gerak LSM, namun untuk menjamin profesionalisme LSM. Semestinya diperlukan suatu ketentuan yang mengatur lebih rinci mengenai sumber dana, keanggotaan minimal, syarat kantor atau sekretariat dan syarat-syarat administratif lainnya. Dalam rangka reposisi eksternal, LSM harus membangun kredibilitas dan identitasnya di mata masyarakat dan pemerintah. Citra buruk LSM harus dihilangkan, karena jika LSM masih terperangkap dalam motif sempit mencari keuntungan materi, maka seruan moral LSM menjadi tak berguna. LSM harus menegaskan identitasnya dengan memajukan prinsip-prinsip tertentu dan sekaligus menunjukan kepada masyarakat metode kerja mereka.